Pebulu tangkis asal Jepang Kento Momota (27) duduk di peringkat kedua dunia dalam BWF World Rankings per 26 Juli 2022. Pada posisi keempat bercokol Chou Tien Chen dari Tionghoa Taipei (Taiwan) dan posisi kelima oleh Lee Zii Jia dari Malaysia. Ini menyisakan Viktor Axelsen dan Anders Antonsen, keduanya dari Denmark, sebagai wakil Eropa di peringkat lima besar dan sepuluh besar dunia yang didominasi pemain Asia.
Dalam laga All England 2020 yang diselenggarakan pada 11–15 Maret 2020, wakil Denmark Viktor Axelsen menyabet gelar juara tunggal putra. Namun, hanya itu satu-satunya gelar yang diraih seorang wakil dari Eropa. Juara tunggal putri dimenangkan oleh wakil Tionghoa Taipei Tai Tzu-ying. Sementara, juara ganda putra diraih oleh Hiroyuki Endo dan Yuta Watanabe dan juara ganda putri diraih oleh Yuki Fukushima dan Sayaka Hirota. Indonesia berhasil meraih gelar juara ganda campuran dengan diwakili oleh Praveen Jordan dan Melati Daeva Oktavianti. Selain Axelsen, semua juara berasal dari Asia. Selain itu, dalam laga Indonesia Masters 2020 yang digelar 14–19 Januari 2020, juara semua kategori berasal dari Asia.
Rekor Eropa terbilang mengesankan dalam turnamen Denmark Terbuka 2020, di mana Jerman dan Inggris berhasil mencatatkan nama juara mereka selain sang langganan Denmark. Memang, dalam turnamen ini, nama-nama besar bulu tangkis seperti Indonesia, Tiongkok, dan sejumlah atlet dari Jepang tidak ikut serta lantaran merebaknya pandemi Covid-19.
Dalam level Olimpiade, bulu tangkis pertama dimainkan sebagai olahraga demonstrasi dalam Olimpiade Musim Panas 1972 di München, Jerman Barat. Pada 1992, bulu tangkis menjadi olahraga resmi Olimpiade untuk pertama kali ketika perhelatan olahraga dunia itu digelar di Barcelona, Spanyol. Tercatat, Indonesia yang diwakili oleh Alan Budikusuma dan Susi Susanti menyabet medali emas kategori tunggal putra dan tunggal putri.
Alan Budikusuma (kiri) dan Susi Susanti (kanan) di podium juara bulu tangkis tunggal putra dan tunggal putri dalam pesta olahraga Olimpiade 1992 yang dihelat pada 25 Juli - 9 Agustus 1992 di Barcelona, Spanyol. Foto: Kompas.com.
Bulu tangkis tidak diciptakan oleh orang Asia. Olahraga dengan instrumen utama raket dan kok ini diciptakan oleh para perwira tentara Inggris di India pada pertengahan dekade 1800an. Namun, di abad ke-20 hingga ke-21, para atlet dari Asia termasuk Indonesia mencetakkan nama mereka sebagai raksasa-raksasa bulu tangkis dunia. Nama-nama seperti Rudy Hartono, Liem Swie King, Taufik Hidayat, Lee Chong Wei, Lin Dan, dan Prakash Padukone masuk ke dalam jajaran legenda bulu tangkis sepanjang masa.
Lalu, mengapa para atlet Asia sangat mendominasi kompetisi bulu tangkis dunia?
“Di Prancis sekarang, kami berbicara kepada para pemain muda dan mengatakan bahwa jika mereka ingin unggul di puncak, mereka harus berlatih setidaknya empat hingga lima kali seminggu selama dua jam setiap sesi,” ujar Pi Hongyan, mantan pebulu tangkis asal Tiongkok yang pernah membela Prancis. Seleksi atlet untuk bermain laga internasional di Tiongkok sangatlah ketat. Pada 2003, Pi memutuskan pindah ke Prancis dan membela negara tersebut setelah tidak lolos seleksi di Tiongkok akibat dianggap terlalu pendek. Setelah gantung raket pada 2012, Pi berkarier sebagai pelatih di sebuah klub bulu tangkis di Bordeaux, Prancis.
Bagi Pi, latihan dan komitmen merupakan kunci sukses bulu tangkis. Hal ini pula yang menurutnya dimiliki para pemain Asia, tetapi tidak dimiliki para pemain Eropa. Dilansir dari Indosport, para pemain di Asia diwajibkan berlatih setiap hari. Sementara itu, para pemain di Eropa, khususnya di Prancis, hanya berlatih dua atau tiga kali seminggu.
Menurut Michael Phomsoupha dan Guillaume Laffaye dalam sebuah artikel jurnal Sports Medicine, bulu tangkis termasuk dalam olahraga yang berat. Para pemainnya dituntut untuk menjaga stamina yang fit dan dapat bergerak dengan intensitas tinggi dalam waktu yang lama. Tidak hanya itu, mereka juga dituntut untuk terus berkonsentrasi dan bergerak dengan gesit. Oleh karena itu, bulu tangkis adalah olahraga yang menuntut latihan dilakukan secara konstan. Komitmen yang tinggi, dibarengi dengan motivasi yang kuat dan mental untuk meraih juara pun menjadi kunci-kunci kemenangan para atlet Asia di panggung dunia.
“Mereka (orang Asia) selalu melakukan 100 persen pelatihan penuh waktu ketika masih muda, sedangkan di Eropa akan selalu ada proyek ganda untuk pemain, menyeimbangkan antara pelatihan dan belajar untuk pendidikan mereka,” sebut Pi dalam media Badminton Europe, seperti dilansir dari Indosport.
Dalam peringkat bulu tangkis internasional, Denmark dapat disebut sebagai satu-satunya negara Eropa dengan prestasi berarti. Hingga 11 Maret 2021, Denmark merupakan satu-satunya negara Eropa dengan perwakilan dalam 10 besar peringkat tunggal putra dunia. Dua wakil Denmark, Viktor Axelsen dan Anders Antonsen, bercokol di posisi kedua dan ketiga. Posisi pertama ditempati oleh Kento Momota dari Jepang, sedangkan Indonesia punya dua wakil yaitu Anthony Sinisuka Ginting di posisi kelima dan Jonatan Christie di posisi ketujuh. Tionghoa Taipei (Taiwan) memiliki wakil yaitu Chou Tien-chen di posisi keempat dan Wang Tzu Wei di posisi kesembilan. Sementara itu, Tiongkok, Hong Kong, dan Malaysia sama-sama memiliki satu wakil yaitu Chen Long di posisi keenam, Ng Ka Long (Angus) di posisi kedelapan, dan Lee Zii Jia di posisi ke-10.
Melansir dari Nikkei Asia, prestasi para atlet Asia berperan meningkatkan popularitas bulu tangkis di Benua Kuning. “Kita semua ingin terlibat dalam sesuatu yang di dalamnya kita unggul,” ujar Michelle Chai, mantan manajer umum Asosiasi Bulu Tangkis Malaysia. Popularitas tersebut menciptakan tradisi fans yang kuat bagi bulu tangkis Asia. Berbekal raket dan kok, orang Asia bisa bermain bulu tangkis di mana saja.
“Bulu tangkis membutuhkan ruang yang kecil (tidak terlalu besar) dan adalah olahraga yang bersahabat secara ekonomi” tutur Haresh Deol, co-founder dari situs Twentytwo13 yang berbasis di Kuala Lumpur.
Sementara itu, mantan pebulu tangkis Denmark Morten Frost berpendapat kurangnya antusiasme dalam bulu tangkis di Eropa disebabkan karena kurangnya pendanaan untuk hadiah uang dan sponsor, dibandingkan dengan Asia.
“Hal lain yang juga dapat membantu adalah hadiah uang dalam pertandingan. Sehingga kita para pemain dan orang-orang muda, ketika memilih (bulu tangkis), mereka dapat mengatakan ‘mungkin (aku) punya masa depan di bulu tangkis,’” kata Frost. “Anda perlu kualifikasi, Anda perlu pekerjaan untuk bertahan hidup (di Eropa) setelah (selesai bermain) bulu tangkis. Di Asia, ceritanya sungguh berbeda.”
Comments